Produk Anda Masuk Uji Halal yang Mana?
Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk menunda penerapan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan, minuman, dan barang gunaan hingga Oktober 2026. Keputusan ini diambil untuk memberikan lebih banyak waktu bagi pelaku usaha, terutama UMKM, untuk mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB) ataupun dokumen lain yang dibutuhkan. Serta, langkah ini merupakan upaya pemerintah untuk mengoptimalkan fasilitas pembiayaan sertifikasi halal hingga pembinaan dan edukasi sertifikasi halal.
Ada beberapa jenis pengujian laboratorium yang terkait dengan sertifikasi halal, yaitu uji DNA, uji protein, dan uji alkohol. Uji DNA dan uji protein digunakan untuk makanan dan minuman yang mungkin mengandung cemaran babi. Meskipun keduanya bertujuan sama, kedua uji ini memiliki perbedaan metode dan sampel yang bisa diujikan. Sedangkan uji alkohol digunakan untuk makanan dan minuman yang difermentasi.
Berikut adalah beberapa produk yang cocok untuk masing-masing jenis pengujian:
Uji DNA
Salah satu pengujian paling efektif dan akurat adalah uji DNA menggunakan teknik Real-Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Metode RT-PCR bekerja dengan mendeteksi dan mengamplifikasi fragmen DNA spesifik dari babi yang mungkin ada dalam sampel makanan. Proses pengujian dimulai dengan ekstraksi DNA dari sampel makanan, diikuti dengan amplifikasi menggunakan primer spesifik untuk mendeteksi DNA babi.
Produk PCR kemudian dianalisis menggunakan elektroforesis gel agarosa, yang memisahkan fragmen DNA berdasarkan ukuran. Hasil analisis dibandingkan dengan kontrol positif (DNA babi) dan kontrol negatif (tanpa DNA babi). Jika band yang sesuai atau sinyal fluoresen terdeteksi, itu menunjukkan adanya DNA babi dalam sampel makanan.
Keunggulan utama RT-PCR adalah sensitivitas dan spesifisitasnya yang tinggi. Teknik ini mampu mendeteksi jejak DNA babi bahkan dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga sangat cocok digunakan untuk produk olahan daging, pangan dengan penambahan gelatin, ekstrak plasenta, atau enzim.
Uji Protein
Uji protein merupakan metode yang cepat dan efektif untuk mendeteksi cemaran babi dalam sampel makanan. Salah satu teknik yang digunakan adalah imunokromatografi, yang juga dikenal sebagai tes strip lateral flow. Metode ini menggunakan prinsip interaksi antigen-antibodi untuk mendeteksi adanya protein tertentu dalam sampel makanan.
Metode ini memiliki beberapa komponen penting yang perlu dipahami yaitu tempat sampel, membran konjugasi, membran nitroselulosa, dan membran adsorpsi. Saat sampel makanan yang dicurigai mengandung protein babi diaplikasikan pada tempat sampel, larutan sampel tersebut akan mulai bermigrasi atau bergerak sepanjang strip.
Larutan sampel akan mulai bermigrasi atau berpindah sepanjang membran sampai mencapai membran konjugasi. Di membran konjugasi, terdapat antibodi konjugat yang akan menjadi indikator apakah ada protein babi dalam sampel tersebut. Jika protein babi memang ada dalam sampel, kompleks antibodi konjugat-protein babi akan ditangkap oleh antibodi di garis uji, membentuk sebuah garis berwarna merah yang terlihat jelas.
Kelebihan strip uji imunokromatografi adalah mudah digunakan tanpa keahlian khusus, hasil cepat dalam 10-15 menit, dan relatif murah. Metode ini umumnya lebih direkomendasikan untuk produk turunan hewan yang tidak mengalami banyak proses pengolahan, seperti hanya dimasak, digoreng, atau produk yang masih mudah dikenali sebagai daging. Sensitivitas dan spesifisitas uji protein memiliki batas deteksi antara 0,1%-1,0% sehingga metode ini tidak dapat mendeteksi produk turunan babi seperti gelatin, kapsul, ataupun produk yang mengandung bahan tambahan dalam skala kecil.
Sampel untuk Uji DNA dan Protein
Uji Alkohol
Etanol adalah salah satu senyawa alkohol yang memiliki rumus kimia C2H5OH. Secara alami, etanol dapat ditemukan dalam buah-buahan matang seperti durian, nanas, jeruk, dan lain-lain. Secara komersial, etanol dapat diperoleh melalui sintesis kimia dan fermentasi. Namun, proses fermentasi tidak hanya menghasilkan etanol, tetapi juga berbagai senyawa alkohol lainnya. Oleh karena itu, diperlukan proses distilasi untuk memisahkan etanol dari senyawa-senyawa lain dan memurnikannya.
Etanol digunakan sebagai bahan pelarut dan pengekstrak dalam produksi makanan dan minuman, serta sebagai bahan untuk sanitasi. Namun, untuk produk yang akan disertifikasi halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), sumber dan jenis etanol yang digunakan sangat penting. Berdasarkan Fatwa MUI, etanol yang berasal dari khamr (minuman beralkohol) tidak boleh digunakan dalam produk halal karena dianggap haram dan najis. Sedangkan, etanol yang tidak berasal dari khamr, seperti etanol sintetik atau etanol hasil fermentasi dari bahan non-khamr, diperbolehkan dengan batasan tertentu yang diatur dalam fatwa tersebut.
Baru-baru ini, terdapat kasus “Wine Halal” yang sangat kontroversial. Dalam kasus ini, diketahui bahwa tidak hanya bahan baku, tapi juga produk dengan nama yang mengarah pada khamr serta tujuan pembuatan pangan tersebut bisa menjadikan suatu produk haram. Berdasarkan uji laboratorium, suatu produk dapat bersertifikasi halal jika kadar alkoholnya berada di bawah 0,5%.
Dengan meningkatnya kesadaran konsumen terhadap produk halal dan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi, uji alkohol menjadi langkah krusial dalam memastikan kualitas dan kehalalan produk. Metode pengujian yang tepat, seperti kromatografi gas dan metode enzimatik, membantu mendeteksi kadar alkohol secara akurat.
Comments