Mikrobiologi dan Keamanan Pangan
Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia yang perlu diawasi oleh pemerintah, namun juga menyangkut kepedulian individu. Pangan yang enak, bergizi dan memiliki nilai estetika tinggi menjadi tidak berguna ketika pangan tersebut tidak aman. Sudut utama dari perhatian konsumen saat ini atas keamanan pangan meliputi penyakit yang terkandung dalam makanan, kontaminasi pestisida, kontaminasi logam berat, residu obat ternak, termasuk keraguan akan bahan tambahan pangan yang berbahaya.
Untuk itu setiap individu harus mulai menyadari pentingnya faktor keamanan pangan terutama yang berdampak terhadap kesehatan tubuh. Lebih dari 90% terjadinya penyakit pada manusia karena makanan (foodborne disease) disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi seperti penyakit tipus, disentri, botulism, hepatitis A dan lain-lain. Walaupun teknologi semakin modern dan produk pangan yang aman dikonsumsi telah diupayakan, namun ternyata foodborne disease masih menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat.
WHO mendefinisikan foodborne disease sebagai penyakit yang umumnya bersifat infeksi atau racun, yang disebabkan oleh agen yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang dicerna. Agen tersebut dapat berupa pencemaran atau kontaminasi kimia maupun mikrobiologi. Foodborne disease baik yang disebabkan oleh mikroba (mikrobiologi) bervariasi meliputi bakteri, parasit, virus, ganggang, yang gejala, komplikasi dan waktu sakitnya pun bervariasi. Untuk mengantisipasi kasus foodborne disease yang disebabkan oleh cemaran mikrobiologi, maka Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI telah mengeluarkan Peraturan No. 16 tahun 2016 mengenai Kriteria Mikrobiologi dalam Pangan Olahan. Aturan ini sangat membantu para produsen pangan untuk melakukan pengawasan serta memberikan jaminan yang cukup bahwa produk yang dihasilkan tidak melebihi batas cemaran mikrobiologi yang disyaratkan.
Patogen utama dalam makanan adalah Salmonella spp, Staphylococcus aureus serta toksin yang diproduksinya, Bacillus cereus dan Clostridium perfringens. Di samping itu muncul beberapa jenis patogen yang semakin populer seperti Campylobacter spp, Helicobacter spp, Listeria monocytogenes, serta Corynebacterium diphteria. Corynebacterium diphteria merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit difteri. Hingga bulan November 2017, telah dilaporkan bahwa 95 kabupaten/kota dari 20 provinsi terjangkit wabah difteri sehingga dikategorikan kejadian luar biasa (KLB) oleh Kementerian Kesehatan. Bakteri Corynebacterium diphteria mudah menular lewat udara saat bersin, batuk atau sentuhan. Gejala terinfeksi bakteri ini, ditandai dengan demam, nyeri tenggorokan, muncul selaput putih di tenggorokan/hidung jika tidak segera ditangani maka dapat berakibat kematian. Karena mudah menular dan berbahaya, sehingga para produsen pangan juga perlu mengawasi penjamah makanan atau karyawan produksi pangan terutama yang terinfeksi bakteri ini agar tidak diperbolehkan untuk mengolah pangan.
Referensi :
Winarno, F.G. 2004. Keamanan Pangan Jilid 2. Bogor : MBRIO Press
Imunisasi Efektif Cegah Difteri. Artikel Kementerian Kesehatan RI dipublikasi tanggal 20 Desember 2017 diakses melalui www.depkes.go.id.